Berikutpenyebab komunisme bertentangan dengan ideologi Pancasila: Komunisme menganut sistem politik satu partai dan tidak ada partai oposisi Teori komunisme mengajarkan pertentangan antar kelas dan hanya kaum proletar saja yang akan memegang pimpinan pemerintahan. Selain itu pemerintahan yang dijalankan secara diktator
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pancasila merupakan dasar ideologi negara atau bisa disebut dasar negara indonesia yang terdiri dari lima sila yang tercantum dalam alinea ke -4 dalam pembukaan undang undang dasar 1945. Dan tanggal 1 juni diperingati bersama sebagai hari lahirnya merupakan demokrasi yang dimana bebas mengemukakan aspirasi atau kritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kebijakan tersebut, contoh salah satu kebijakan perancangan undang undang omnibus law yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 5 oktober 2020 tahun lalu yang dimana itu merupakan kebijakan yang poin poin tersebut ada yang kontroversial, salah satunya yaitu kemudahan penyerapan tenaga kerja asing , yang kontroversial nya adalah betapa mudahnya TKA yang di negara tercinta ini bekerja dengan sedemikian mudah bekerja di indonesia dan betapa di persulitnya tenaga kerja yg khususnya rakyat pribumi untuk membutuhkan pekerjaan yang untuk membiayai keluarga tersayang mereka, karena tingkat kemiskinan rakyat indonesia itu dari update terbaru bulan maret 2021 yakni atau sekitar 27,54 juta miris sekali, bahwa seharusnya yang dilakukan pemerintah bukan melakukan kemudahan TKA ke indonesia namun yang harus difikirkan dahulu ialah bagaimana nasib rakyatnya, bagaimana cara memintarkan rakyatnya, dan bagaimana cara pemerintah memberikan seperti pelatihan praktek lapangan kerja agar rakyat pribumi kita ini lebih di prioritaskan dalam hal ekonomi dan juga cara cara agar rakyat pribumi dapat melatih skil mereka dalam bidang pekerjaan masing masing. Ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah yg tidak memusyawarahkan secara matang dalam pembuatan rancangan uud tersebut, karena ini tidak mencerminkan dari sila ke empat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Yg artinya DPR merupakan salah satu perwakilan rakyat dalam mengemukakan aspirasi mereka dalam hal kebijakan yang bijak. Karena pada hakekatnya yaitu pemerintah berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu untuk merancang suatu UUD harus mempertimbangkan dan musyawarah secara matang dalam mengambil sebuah keputusan yang harus memikirkan nasib rakyat itu sendiri. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
MenurutDin Syamsudin, saat ini banyak kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan kelima sila pancasila. Itu menunjukkan pemerintah sudah melakukan pelanggaran kepada masyarakat. "Negara juga banyak melanggar dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Lombok ANTARA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP akan mengevaluasi peraturan daerah di Nusa Tenggara Barat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Langkah awal yang dilakukan dengan menggelar seminar bertajuk "Institusionalisasi Pancasila dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan di Nusa Tenggara Barat NTB". Baca juga BPIP Pancasila harus terdapat dalam peraturan perundang-undangan Baca juga Gandeng semua elemen untuk perkokoh Pancasila "Tujuannya, bagaimana peraturan perundang-undangan yang ada di Nusa Tenggara Barat itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," ujar Pelaksana Tugas Plt Kepala BPIP Profesor Hariyono dalam seminar yang berlangsung di Lombok, NTB, Selasa. Kegiatan yang baru pertama kali digelar oleh BPIP ini menggandeng sejumlah pihak terkait, yakni kalangan akademisi, mahasiswa hukum dari sejumlah universitas di NTB, pemerintah provinsi, serta tokoh masyarakat. Mereka berdiskusi dalam tiga panel membahas mengenai tata kelola peraturan perundang-undangan di NTB agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hariyono mengatakan melalui diskusi dan dialog tersebut nantinya akan diketahui undang-undang maupun peraturan daerah perda apa saja yang tidak relevan dengan nilai-nilai Pancasila. Baca juga BPIP Nilai-nilai Pancasila tidak boleh memudar Perda atau undang-undang yang dinilai tidak selaras dengan Pancasila akan ditinjau ulang, untuk kemudian dievaluasi agar berbasis pada ideologi bangsa. Dalam kesempatan yang sama, Plt Deputi Hukum, Advokasi, dan Pengawasan regulasi BPIP Ani Purwanti menjelaskan bahwa diskusi tersebut dilakukan guna mengetahui lebih jauh tentang perda-perda "diskriminatif" yang berlaku di NTB selama ini. Berdasarkan data yang dimiliki oleh BPIP, Ani menyebut setidaknya terdapat 50 perda di NTB yang dinilai tidak relevan dengan Pancasila, di antaranya perda mengenai pariwisata halal, wakaf, dan larangan ajaran Ahmadiyah. Menurut Ani, perda maupun undang-undang tersebut diskriminatif terhadap kelompok-kelompok lain yang tinggal di NTB. Namun dalam diskusi tersebut terungkap bahwa perda yang dinilai "diskriminatif" oleh BPIP, seperti pariwisata halal, justru dianggap tidak bermasalah oleh sejumlah peserta diskusi. "Saya gali di sini ternyata perda pariwisata halal itu kan tidak apa-apa, karena agar wisatawan yang beragama Islam tahu bahwa misalnya di rumah makan A makanannya halal, di rumah makan B tidak," ucap Ani. Baca juga BPIP akan kembalikan pendidikan Pancasila ke dalam kurikulum "Jadi menurut mereka sebenarnya perda pariwisata halal itu tujuannya untuk meningkatkan pariwisata di NTB dan khususnya untuk wisatawan Islam yang membutuhkan informasi halal," kata dia. Ani mengatakan dengan adanya diskusi semacam ini, BPIP menjadi lebih mengetahui pandangan masyarakat tentang perda yang dinilai bertentangan dengan Pancasila. Langkah selanjutnya yang akan dilakukan BPIP adalah melakukan kajian lebih komprehensif terkait perda maupun undang-undang yang dianggap bertentangan dengan Pancasila di NTB, dengan menggandeng perguruan tinggi. Dari kajian tersebut, nantinya BPIP akan memperoleh data mengenai perda dan undang-undang mana saja yang tidak relevan dengan Pancasila. Untuk undang-undang, kata Ani, BPIP akan meneruskan ke kementerian terkait untuk ditindaklanjuti. Sementara untuk perda, pihaknya akan meneruskan ke Kementerian Dalam Negeri Kemendagri. "Kemendagri punya mekanisme namanya klarifikasi. Mereka akan melihat perda yang diusulkan oleh BPIP, kalau dianggap bertentangan dengan nilai Pancasila, dia akan meminta kepada daerah yang punya perda untuk melakukan pembatalan atau revisi," kata dia. Ani menargetkan rekomendasi perda maupun undang-undang "diskriminatif" di NTB sudah bisa diusulkan ke kementerian terkait maupun Kemendagri pada akhir Desember mendatang. BPIP akan melakukan kegiatan serupa di berbagai daerah di Indonesia. Ani mengatakan peovinsi selanjutnya yang akan dituju adalah Yogyakarta. Sementara itu, Guru Besar Hukum Universitas Mataram Profesor Galang Asmara menilai munculnya perda ataupun undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila terjadi pada saat NTB menerapkan sistem otonomi daerah. "Dulu ketika sedang berada di dalam euforia otonomi daerah, banyak daerah, termasuk kita NTB ingin membuat peraturan daerah yang sifatnya khusus, yang itu sebenarnya berlaku secara lokal, artinya bahwa itu berdasar pada nilai lokal itu semata," ucap Galang yang juga menjadi pembicara dalam seminar. "Yang kemudian kalau ditarik ke atas, tidak cocok kalau dijadikan peraturan yang berlaku untuk orang-orang lain yang ada di daerah sini, karena itu sifatnya memaksa," kata dia. Profesor Galang mendukung adanya evaluasi yang dilakukan oleh BPIP. Dia mengatakan evaluasi harus segera dilakukan agar peraturan daerah yang diterapkan di NTB benar-benar berlandaskan kepada ideologi bangsa. "Pancasila harus menjadi sinar dalam peraturan perundang-undangan," kata dia. Baca juga BPIP sebut perilaku upaya mengganti Pancasila sudah cukup tinggi ​​​​​Pewarta Fathur RochmanEditor Eddy K Sinoel COPYRIGHT © ANTARA 2019
Olehkarena itu, ideologi pancasila harus masuk ke dalam pesan setiap kebijakan negara dalam perencanaan kebijakan, implementasi kebijakan sampai pada aspek evaluasi kebijakan, sehingga kebijakan publik yang diambil menjadi perekat dalam bingkai Bhinneka Tuggal Ika yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta - Ditjen Peraturan dan Perundang-undangan PP mengeluhkan tentang banyaknya peraturan-peraturan di Indonesia. Bahkan, di tingkat daerah, ada peraturan yang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan tidak sesuai amanat Pancasila."Ada satu Perkada peraturan kepala daerah yang mengatur tentang kawasan Islam dan ini saya enggak bisa bayangkan kalau sampai ada," ucap Dirjen Peraturan dan Perundang-undangan PP, Prof Widodo Ekatjahjana, dalam Forum Evaluasi Harmonisasi PP 2015, di Gedung Kemenkum HAM, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu 16/12/2015.Menurut Widodo, bila itu dikabulkan, maka nantinya akan ada daerah lain yang membuat peraturan serupa. Dengan demikian, menurut Widodo keberagaman di Indonesia menjadi terbelenggu. "Bisa bayangkan kalau di Bali ada Perkada kawasan Hindu atau nanti ada Perkada kawasan Budha. Maka kalau seperti itu, selesailah kita bernegara," Widodo mengatakan, banyak produk hukum di Indonesia yang sifatnya copy paste. Atas hal itu, Widodo berinisiatif mengumpulkan kementerian terkait serta DPD untuk membahas harmonisasi peraturan."Bahkan banyak produk hukum yang copy paste dan melenceng dari Pancasila," ujar mantan Dekan FH Universitas Jember dalam pertemuan ini Ketua DPD Irman Gusman dan Menkum HAM Yasonna Laoly. rvk/asp
DirekturPerancangan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Dahana Putra mengatakan, dalam menetapkan sebuah ormas bertentangan dengan Pancasila, kementerian terkait akan berkonsultasi dengan sejumlah pihak terlebih dahulu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 61 Perppu 2/2017.
Rakyat Merdeka - Sejak awal kelahirannya, 76 tahun lalu, Pancasila telah 'ditasbihkan' sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara. Namun begitu, setelah lebih dari tiga perempat abad, masih saja ditemui pandangan yang mempertanyakan, bahkan mengabaikan kehadiran Pancasila. Padahal, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara memiliki pijakan legalitas yang kuat. Demikian dipaparkan Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam Webinar 'Pancasila sebagai Way of Life dan Sumber Segala Sumber Hukum', di Jakarta, Sabtu 29/5. Bamsoet, sapaan akrab Bambang menerangkan, legalitas Pancasila sangat kuat. Legalitas itu termuat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 dan dalam rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalamnya dinyatakan, Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Soal pihak yang mengabaikan Pancasila, Bamsoet mengemukakan survei yang dilakukan pada akhir Mei 2020 oleh Komunitas Pancasila Muda terhadap responden milenial dari 34 provinsi. Hasil survei itu mencatat, hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka. "Sementara, 19,5 persen bersikap netral, dan 19,5 persen lainnya menganggap Pancasila hanya sekadar istilah yang tidak dipahami maknanya," ujar Bamsoet. Ketua DPR ke-20 ini menambahkan, survei LSI tahun 2018 mencatat, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir, masyarakat yang pro terhadap Pancasila mengalami penurunan sekitar 10 persen. Dari 85,2 persen pada 2005 menjadi 75,3 persen pada 2018. Bahkan, publikasi survei CSIS mencatat sekitar 10 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi lain. "Ini menggambarkan besarnya tantangan menjadikan Pancasila sebagai gagasan dan rujukan berperilaku yang menarik, terutama bagi generasi muda. Globalisasi dan perkembangan teknologi telah memengaruhi berbagai macam aspek kehidupan umat manusia melalui produk-produk dan gaya hidup yang dikemas dan ditampilkan secara sangat menarik. Daya tarik itu harus dapat dilampaui oleh Pancasila," jelas Bamsoet. Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia IMI ini juga menyoroti permasalahan yang tidak kalah penting menyangkut metode pembelajaran Pancasila di berbagai tingkatan pendidikan. Mengingat Pancasila sebagai sistem nilai bukanlah sekedar bahan untuk dihafal atau dimengerti saja. "Melainkan juga perlu diterima dan dihayati, dipraktikkan sebagai kebiasaan. Bahkan dijadikan sifat yang menetap pada diri setiap anak bangsa. Sehingga Pancasila senantiasa menjadi bagian dari kepribadian orang Indonesia," terang Bamsoet. Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menegaskan, sebagai pandangan hidup bangsa mengisyaratkan bahwa Pancasila adalah bintang penuntun yang dinamis, yang mengarahkan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri bangsa, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. "Sebagai sumber dari segala sumber hukum, mengamanatkan bahwa Pancasila adalah inti terdalam dari sumber cita hukum. Segala peraturan perundang-undangan harus selaras, tunduk, dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," tegas Bamsoet. Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, ironisnya, merujuk rekapitulasi perkara pengujian Undang-Undang UU yang teregistrasi di Mahkamah Konstitusi MK sejak 2003 hingga saat ini, terdapat perkara yang diajukan. Dari jumlah tersebut, MK telah membuat putusan. Sebanyak 269 atau sekitar 19,2 persen gugatan dikabulkan. "Ini menunjukkan masih ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi, dan dapat dipastikan juga bertentangan dengan Pancasila. Karena segala norma hukum yang diatur dalam konstitusi adalah bersumber dari, dan dijiwai oleh Pancasila," terang Bamsoet. [USU] Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Sepertinya negara ini jadi kehilangan arah tanpa GBHN," ujarnya. Pemerhati sejarah, Hendarmin Ranadireksa, berpendapat, agar kebijakan pemerintah tidak melenceng terlalu jauh dari cita-cita Pancasila, pemerintah harus berani membuat kontrak politik dengan rakyatnya. "Kontrak itu adalah janji kepada rakyat.
TIMESINDONESIA, MALANG – Apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan publik Dye, 1981. Peraturan dan berbagai keputusan lainnya yang diambil oleh pemerintah adalah sebuah kebijakan publik, di pusat atau pun di daerah. Dalam praktiknya, setiap kebijakan pasti mengandung unsur pro dan kotra dalam implementasinya, karena kebijakan publik bisa dilihat dari berbagai aspek dan dari berbagai kacamata subjektivitas, sekali pun kebijakan itu sesungguhnya adalah Banyak teori yang berkembanga tentang kebijakan publik, dengan berbagai kompleksitas persoalan publik yang semakin tinggi, pola perkembangan pengetahuan dalam ranah kebijakan publik juga semakin luas, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi dan kreativitas secara akademik maupun praksis yang dapat diaplikasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian, dari beberapa teori yang ada, kiranya dibutuhkan sebuah konsep local wisdom yang dibangun oleh negara dalam pengambilan keputusan yang melahirkan kebijakan, yaitu dengan menerapkan proses kebijakan publik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ideologis, yaitu kebijakan publik yang berdasarkan pada nilai-nilai-nilai pancasila, yang dinamakan dengan kebijakan publik pancasila. Pertimbangan ideologi ini menjadi pengejewantahan dalam meningkatkan public trust di tengah-tengah persoalan ideologis yang semakin terkikis dan tergerus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab yang dengan sengaja merongrong ideologi negara dengan melakukan berbagai tindakan-tindakan yang melemahkan nilai-nilai pancasila dengan ideologi-ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa dan negara kita. Oleh karena itu, ideologi pancasila harus masuk ke dalam pesan setiap kebijakan negara dalam perencanaan kebijakan, implementasi kebijakan sampai pada aspek evaluasi kebijakan, sehingga kebijakan publik yang diambil menjadi perekat dalam bingkai Bhinneka Tuggal Ika yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan publik pancasila tersebut adalah pertama, nilai ketuhanan akan menjadi unsur penting yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Nilai ini menjadi pondasi bagi setiap masyarakat, terutama pengambil kebijkan bahwa kebijakannya tidak hanya dipertanggungjawabkan di hadapan masyarakat dan bangsa indonesia, tetapi akan dipertanggungjawabkan pula di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Jika nilai dalam sila pertama itu diamalkan dalam pengambilan kebijakan, akan berdampak secara luas terhadap karakter masyarakat, pemimpin dan membentuk karakter bangsa dan negara yang lebih kuat. Kedua, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan bagi para pengambil kebijakan. Azaz kemanusiaan harus diutamakan dalam rangka menjamin semua hak dan kewajiban masyarakat dalam setiap kebijakannya. Tidak boleh ada diskriminasi dan like or dislike dalam sebuah kebijakan. Berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara itu menjadi tujuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan mengenyampingkan kepentingan pribadi atau golongan. Berlaku adil yang berperikemanusiaan dalam pengambilan kebijakan akan melahirkan kebijakan publik yang efektif dan efisien. Ketiga, nilai persatuan indonesia. Berdasarkan pada kenyataannya bahwa masyarakat indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Terdiri dari berbagai suku, RAS, agama dan bahasa. Perbedaan itu menjadi sebuah berkah yang harus dijaga dan dirawat dan pupuk sebagai pilar bangsa. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyana yang harus dipegang teguh bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, setiap kebijakan publik harus pula memperhatikan aspek perbedaan dan kemajemukan tersebut dengan mengakomodir seluruh kepentingan rakyat dengan mengesampingkan egosentris untuk kelompok dan individu. Menyamakan nilai-nilai tujuan berbangsa dan bernegara dengan berpegang teguh pada nilai persatuan dan kesatuan dalam membangun bangsa dan negara menjadi lebih baik, kuat, maju dan berdaya saing. Keempat, nilai permusyawaratan dan perwakilan adalah bentuk kebersamaan dan kegotongroyongan yang harus terus dijaga dan dirawat. Sistem demokrasi memang memberikan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, sudah banyak yang salah kaprah dengan demokrasi itu sendiri. Kebebasan yang kebablasan maupun kekuatan yang yang tak terkontrol menjadi hal yang tidak terkendali saat ini. Kebebasan yang semakin tidak terkontrol dengan perilaku-perilaku yang mendewakan demokrasi. Berpendapat atau bersikap “semaunya” tanpa melihat dan mempertimbangkan pendapat dan sikap orang lain, sekalipun “menyakitkan” dan “merugikan” orang disekitarnya. Begitu pula kekuatan yang tidak terkontrol dengan berbagai cara dan metode dilakukan untuk “melawan”. Oleh karena itu, kebijakan publik dengan berasaskan pada nilai musyawarah mufakat adalah pilihan alternatif untuk membangun demokrasi yang lebih santun, sopan, dan beretika. Kelima, nilai yang kelima adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia menjadi nilai pemungkas untuk membangun sebuah kebijakan yang mayoritas dapat diterima oleh semua masyarakat dengan berdasar pada prinsip-prinsip keadilan. Prinsip keadilan bagi seluruh rakyat indonesia adalah satu hal yang menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan hari ini. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga pemerintahan paling rendah, prinsip keadilan harus dikedepankan dalam pengambilan kebijakan untuk membangun masyarakat yang lebih baik dan mencapai tujuan negara yang sejahtera. Puncak dari segala kebijakan adalah keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Kebijakan publik pancasila menjadi titik kunci mengembalikan public trust dan membangun masyarakat yang peduli, partisipatif, dan komunikatif, sehingga menjadikan kebijakan publik yang baik, efisien, efektif, tepat, benar, dan untuk kepentingan, kemaslahatan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sudah selayaknya, para pengambil kebijakan dalam pengambilan keputusan berdasarkan pada nilai-nilai dalam pancasila. Kebijakan publik yang baik adalah yang mempunyai nilai-nilai kemanfaatan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan. * Hayat, Dosen Ilmu Administrasi Publik Universitas Islam Malang dan Peneliti Kaukus Penulis Aliansi Kebangsaan** Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
slametjuga mengungkapkan, jika dikaitkan dengan sila pertama pancasila, ketuhanan yang maha esa, indonesia memiliki indeks hambatan pemerintah (misal kebijakan larangan praktik beribadah) dan indeks kebencian sosial (misal intimidasi, kekerasan, penghinaan, dll) masih tinggi dengan skala 7,2, dan berada dibawah negara seperti brunei, burma,
Denpasar ANTARA News - Ketua Dewan Harian 1945 Provinsi Bali Prof I Wayan Windia menganggap sistem politik di Indonesia saat ini sudah bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila keempat. "Bahkan sudah jauh dari nilai-nilai UUD 1945 ketika dilahirkan pada saat perang dan revolusi kemerdekaan," kata Prof Windia yang juga mantan anggota DPR-RI di Denpasar, Sabtu. Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud itu melihat biaya pilitik yang sangat mahal, sistem politik yang ditandai dengan banyaknya politik uang. "Kondisi demikian akhirnya melahirkan pejabat yang hanya menyukai ekonomi, pertumbuhan dan teknologi, sehingga kurang tertarik terhadap aspek sosial, pemerataan, dan kebudayaan," katanya. Ia mengajak semua pihak untuk belajar dari penerapan sistem subak yang hingga kini tetap dilaksanakan para petani di Bali dalam mengelola air secara adil dan merata, sesuai kepentingan dan luasnya lahan garapan. Subak, sebuah sistem yang diterapkan petani Bali secara turun temurun mengutamakan harmoni dibandingkan konflik. Windia menjelaskan subak dalam pelaksanaannya mengutamakan konsensus dibandingkan dengan demokrasi yakni setengah plus satu. Mengutaman efektivitas dibandingkan dengan sekedar efesiensi. Dia mengingatkan bahwa berbagai persoalan sosial, bangsa dan negara, tidak bisa diselesaikan hanya dengan aturan-aturan tertulis. "Harus digali berbagai kearifan lokal untuk membantu memecahkan berbagai masalah yang akan semakin komplek, termasuk kemungkinan berdemokrasi belajar dari petani yang terhimpun dalam subak," ujar Prof IK SutikaEditor Aditia Maruli Radja COPYRIGHT © ANTARA 2014
. 35 307 433 310 301 365 237 200
kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan pancasila